Sabtu, 21 Agustus 2010

Trigliserid tinggi? Bagaimana menurunkannya ya? « Purwatiwidiastuti’s Blog

Trigliserid tinggi? Bagaimana menurunkannya ya? « Purwatiwidiastuti’s Blog: "Snap Shots Options [Make this Shot larger] [Close]
Options
Disable
Get Free Shots


Close
Snap Shares for charity

* Beranda
* About
* Pencegahan kanker payudara

Purwatiwidiastuti’s Blog
RSS Entri | Komentar RSS

*
Arsip
o Agustus 2010 (7)
o Juli 2010 (5)
o Juni 2010 (12)
o Mei 2010 (13)
o April 2010 (4)
o Maret 2010 (10)
o Februari 2010 (14)
o Januari 2010 (7)
o Desember 2009 (18)
o November 2009 (17)
o Oktober 2009 (3)
o September 2009 (5)
o Agustus 2009 (5)
o Juni 2009 (10)
o April 2009 (3)
o Maret 2009 (5)
o Februari 2009 (14)
o Januari 2009 (6)
o Desember 2008 (4)
*
RSS gaya hidup sehat
o Redenominasi langkah menuju mata uang ASEAN
o Redenominasi dan angka nol
o Masa Sosialisasi Redenominasi
o Apa itu redenominasi
o Forget and Forgive jurus Anggito Abimanyu
o Waktu luang Anggito Abimanyu
o Pentingnya Alokasi Aset (tulisan 5)
o Pentingnya Alokasi Aset (tulisan 4)
o Pentingnya Alokasi Aset (tulisan 3)
o Pentingnya Alokasi Aset (tulisan 2)
*
Klik tertinggi
o purwati-ningyogya.blogspo…
o -
*
Tulisan Teratas
o Kenalan dengan POLIFENOL yuuuuk.
o Tips meningkatkan HDL
o Trigliserid tinggi? Bagaimana menurunkannya ya?
o Meningkatkan HDL yuuuk
o Wasirku bikin duduk tak nyaman
o Makan ceker ayam...kenapa tidak
o Tetap bugar saat puasa
o Sungai sehat cermin masyarakat sehat
o Tips Makan Sahur
o Cukupi kebutuhan cairan tubuh
*
skedul
Februari 2009 S S R K J S M
« Jan Mar »
1
2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28

Trigliserid tinggi? Bagaimana menurunkannya ya?
Posted on Februari 10, 2009 by purwatiwidiastuti

sikluskolesterolSuatu pagi di Tretes, Jawa Timur, bangun tidur kolega saya minta dibelikan obat maag, karena semalam dia tidak bisa tidur, perutnya seperti diremas-remas, keluhnya. Dengan masih memakai celana kolor, salah satu kolega yang lain, bergegas menuju warung terdekat untuk membeli obat maag.

Saya berpikir, kolega saya stress karena tenggat waktu pekerjaan kami yang masih bertumpuk akan segera berakhir.

Selang tiga bulan, kolega saya langsung menuju meja saya begitu sampai kantor.

Bagaimana caranya menurunkan HDL?

eeeeiiiit…HDL itu perlu dinaikkan bukan diturunkan, kata saya

nggak….HDL saya terlalu tinggi

coba lihat hasil testnya, pinta saya

ternyata total kolesterol dibawah 200, HDL dibawah 40, dan trigliseride diatas 150

Kategori normal apabila total kolesterol dibawah 200, LDL dibawah 100, HDL diatas 40 dan trigliserid dibawah 150.

yach…itu kebingungan atau kecemasan yang biasa muncul setelah memeriksakan darah, persis seperti yang saya alami empat tahun lalu….bingung, cemas, takut bercampur setengah putus asa dan cuek…..campur aduk jadi satu kayak gado-gado.

Kebanyakan artikel ditulis oleh para ahli mengupas total kolesterol, kolesterol jahat (Low Density Lipoprotein alias LDL) dan kolesterol baik (High Density Lipoprotein alias HDL). Jarang yang mengupas tentang triglyseride, padahal triglisedire ini sahabat karibnya kolesterol, dalam arti bahwa ukurannya biasanya berbanding lurus. Bila kolesterol tinggi, kadar triglisedirnya juga tinggi. Meski hal ini tidak selalu terjadi. Saya termasuk yang anomali, karena trigliseride saya dibawah 150 tetapi kolesterol saya diatas 200. ech….sebenarnya kalau dilihat lebih jauh, ini bukan anomali, karena kadar trigliserid berbanding terbalik dengan HDL, bila HDL tinggi maka kadar trigliseridnya rendah. Itu yang membedakan saya dengan kolega saya. Meski total kolesterol diatas 200, tetapi trigliseridnya dibawah 150,karena HDL diatas 40, cenderung diatas 60 bahkan pernah diatas 90.

Trigliserid merupakan salah satu fraksi lemak yang terdapat dalam makanan maupun darah kita. Orang kegemukan, trigliseridnya dalam bentuk “gajih” bisa berbobot puluhan bahkan ratusan kilogram, tetapi bagi orang kurus kelebihan trigliseridnya disimpan dalam darah alias hipoertrigliseridemia. Kelebihan trigliserid sama tinggi risikonya dengan kelebihan kolesterol. Sama-sama berisiko terhadap penyakit jantung koroner. Bedanya, kelebihan trigliserid bisa mengganggu kerja kelenjar ludah perut alias pankreas, sehingga bisa muncul keluhan nyeri ulu hati alias maag, karena lokasinya yang berdekatan. Jadi wajar jika keluhan ini diobati dengan obat maag tidak akan menyelesaikan masalah.

Apabila trigliserid tinggi, kurang olah raga, maka kelebihan trigliserid ini akan diubah menjadi kolesterol, baik LDL mapun HDL. Apakah akan menjadi LDL atau HDL, tergantung pada asam lemak yang dikandungnya. Bila kandungan lemak jenuh, maka akan diubah menjadi LDL, begitupun sebaliknya, bila kandungannya lemak tak jenuh akan diubah menjadi HDL.

Saya agak merasa bersalah pada kolega saya ini, karena setiap kali kami makan bersama, mesti dia selalu menampung kelebihan jatah nasi saya, sementara ajakan saya untuk berolah raga tenis ataupun bike to work alias B2W belum berhasil. Padahal kelebihan karbohidrat ini akan diubah menjadi trigliserid, jika tubuh kelebihan pasokan kalori tetapi kurang olah raga untuk membakarnya.

Untuk menurunkan trigliserid ini tidak cukup dengan mengurangi konsumsi lemak tetapi juga karbohidrat, terutama karbohidrat sederhana dari tepung dan gula yang biasa dikenal sebagai highglycemic carbohydrates (karbohidrat jahat). Menurut dr. Andy Hartono dalam intisari Mind Body & Soul volume 4 tahun 2009, ada 11 cara menurunkan kadar trigliserid:

1. Mengurangi berat badan. Ukuran berat badan ideal masa kini menggunakan formula BMI (body mass index). Cara menghitungnya dengan membagi berat badan (kg) dengan tinggi badan (M) pangkat 2. Kategori normal bila BMI 18,5 – 24, kurus bila BMI dibawah 18,5 gemuk bila BMI 25-29 dan obesitas bila BMI diatas 30.

2. Mengendalikan kadar gula darah. Tak cukup tes urine saja untuk yang berisiko diabetes. Pemeriksaan kadar ketone darah dapat dilakukan dari urine dengan kertas (ketostix), namun sekarang bisa dilakukan sendiri dengan glucometer. Tanda-tanda gula darah rendah bisa berakhir dengan rasa berkunang-kunang, penglihatan gelap, berkeringat dingin, lalu jatuh pingsan, hal ini bisa dicegah dengan selalu siap permen disaku atau gula merah (oleh orang tua kita jaman dulu)

3. Membiasakan diri olah raga ringan dan konsisten. Cukup 30 menit sehari, tidak perlu harus 1 sampai 2 jam dengan keringat bercucuran. Hal ini tidak ada gunanya kalau dilakukan hanya sesaat dan berhenti, bahkan bisa terjadi overtrain, bila tidak terbiasa berolah raga sebelumnya.

4. Berhenti merokok. Radikal bebas dalam asap rokok disamping tidak baik bagi paru-paru juga berpotensi merusak metabolisme tubuh dan aliran darah yang akan menaikkan kadar gula darah serta trigliserid.

5. Mengurangi makanan manis. Kadar fruktosa yang tinggi dalam makanan manis akan menaikkan kadar trigliserid.

6. Mengurangi makanan pokok kaya karbohidrat seperti nasi, roti halus dan mi. sumber karbohidrat ini bisa digantikan dengan jagung, umbi-umbian, havermut dan kentang rebus, terutama saat makan malam.

7. Mengurangi makanan yang mengandung banyak tepung. Mengurangi camilan gorengan yang mengandung tepung bisa menaikkan kadar trigliserid.

8. Menambahkan manakan berserat tinggi dan kaya pati resisten. Pati resisten akan mengurangi penyerapan gula dan minyak yang dikonsumsi berlebih.

9. Mengurangi konsumsi lemak jenuh dengan cara mengganti protein hewani dengan protein nabati seperti tahu, tempe dan susu kedelai.

10 Tidak minum alkohol dan kopi. Konsumsi alkohol dan kopi berlebih akan meningkatkan kadar trigliserid

11 Mengelola stress dengan baik melalui kegiatan spiritual seperti berdo’a, beramal, meditasi dan kontemplasi atau berwisata ketempat-tempat yang alamnya masih tidak banyak polusi, hijau, tenang, dan damai.

Kunci terakhir yang tidak kalah penting adalah selalu berpikir positif dan berperasaan positif. Orang yang tidak hanya berpikir positif tetapi juga berperasaan positif akan selalu bahagia dan terhindar dari stress yang berkepanjangan dan tidak mudah tergoda oleh lingkungan yang tidak kondusif untuk menciptakan kebahagiaan.

Ingat bahagia datangnya dari hati kita bukan dari sekeliling kita. Sekali kita memutuskan bahagia, maka dunia akan terlihat indah sebagaimana adanya tanpa kita bermaksud mengubahnya.

DIarsipkan di bawah: kesehatan
« jabatan itu comes and goes KEKUATAN DO’A »
30 Tanggapan - tanggapan

1.
pakdejack, di/pada Februari 10, 2009 pada 2:59 pm Dikatakan: r

waaah..infonya lengkap bgt :)
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Februari 11, 2009 pada 12:10 am Dikatakan: r

terima kasih komentarnya
Balas
2.
herry ki, di/pada Februari 11, 2009 pada 12:08 am Dikatakan: r

bagus mbak, jadi singkong keju juga berbahaya ya… sy berpikir ada kaitan antara trigliserid and jabatan come n goes, jadi kita perlu “mbanyu mili ” kayaknya untuk saat seperti sekarang ini.
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Februari 11, 2009 pada 12:11 am Dikatakan: r

wachja..boss saya ini koment.nya dalem buanget…matur nuwun juragan…
Balas
3.
Agung, di/pada Februari 11, 2009 pada 12:59 am Dikatakan: r

Matur nuwun infonya budhe.. Ada banyak hal penting yang bisa saya dapatkan. Saya tunggu artikel2 berikutnya…
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Februari 11, 2009 pada 8:23 am Dikatakan: r

iya dech…tapi aku rung iso nulis demo lho ya…..wedi karo simbahe jat….
Balas
4.
Agung, di/pada Februari 11, 2009 pada 1:00 am Dikatakan: r

Eit.. tambahan budhe. Pas saya baca artikel ini, ada pak Joko – KTU. Mohon ijin beliau saya cetakkan, ya….
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Februari 11, 2009 pada 8:21 am Dikatakan: r

of course…sak jane paling top yo diajari berselancar di internet gitu loooh….
Balas
5.
mbahWibi, di/pada Februari 11, 2009 pada 6:25 am Dikatakan: r

1983
Cermin
Dunia Kedokteran
31. Masalah Jantung
No. 31,1983
Cermin
Dunia Kedokteran
International Standard Serial Number : 0125 – 913X
Diterbitkan oleh :
Pusat Penelitian dan Pengembangan P.T. Kalbe Farma
Daftar Isi
2 Editorial
Karya Sriwidodo
Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/
pendapat masing-masing penulis dan tidak
selalu merupakan pandangan atau kebijakan
instansi/lembaga/bagian tempat kerja si penulis.
ARTIKEL
3 Angina Pektoris
7 Uji Kerja Fisik Menggunakan Treadmill Untuk Deteksi
Iskhemia Miokardium
11 Penyakit Jantung Bawaan : Apa Yang Harus Dilakukan
18 Pemeriksaan Radiologik Jantung
21 Komplikasi Kardiovaskuler pada Penyakit Paru
Obstruktif Menahun (PPOM)
25 Hubungan Antara Aktivitas Neuron dalam Cerebellum
dan Perubahan-perubahan Fungsi Kardiovaskuler.
28 Kemoprofilaksis Malaria
30 Pengelolaan Kesukaran Tidur pada Usia Lanjut
33 Berbagai Pemeriksaan Imunologi untuk Menunjang
Diagnosa
38 Bioavailabilitas Komparatif Tiga Preparat Tablet
Ampisilin 500 mg
42 Pengaruh Pil Noriday® Terhadap Libido/Orgasme pada
Masyarakat Desa Sagan Besar — Riau
44 Penilaian Klinik Pemakaian Klomifen Sitrat sebagai Obat
Pemacu Ovulasi dalam Pengobatan Pemandulan di
Sulawesi Utara
49 Perkembangan : Latihan Isometrik dan Sistem
Kardiovaskuler; Neuroleptik dan Gerak Abnormal;
Infeksi Anerobik pada Paru-paru
52 Hukum & Etika : Tepatkah Tindakan Saudara ?
53 Catatan Singkat
54 Humor Ilmu Kedokteran
55 Ruang Penyegar dan Penambah ilmu Kedokteran
56 Abstrak-abstrak
Tidak banyak bidang kedokteran yang mengalami kemajuan begitu pesat seperti pada masalah penyakit
jantung. Era transplantasi jantung antar manusia kini telah berganti dengan transplantasi jantung buatan.
Barney Clark, si pembawa jantung buatan pertama, tidak hidup lama memang. Namun menandai era baru :
bahwa mesin jantung itu bisa dibuat bagi manusia yang memerlukannya. Dengan kemajuan teknologi, dalam
10 tahun mendatang ini dapat diharapkan adanya jantung buatan yang dapat cukup lama menghidupi
pembawanya. Tapi kemajuan ini menuntut tak sedikit biaya serta ketrampilan. Sehingga rupanya tak akan
banyak mengubah status masalah jantung di negara kita dalam jangka waktu itu.
Namun ada kemajuan yang .telah atau akan dapat segera dimanfaatkan di negara kita, terutama dalam
masalah penyakit jantung koroner. Yang belum tersedia di sini, tapi memerlukan teknologi yang relatif tak
begitu rumit ialah angioplasti koroner. Prinsipnya ialah secara paksa melebarkan kembali arteri koroner yang
mengalami stenosis, menggunakan kateter balon. Kateter dimasukkan lewat arteri femoralis, ke aorta, terus
ke pembuluh darah koroner yang tersumbat, dengan tuntunan radiologik (angiografi koroner). Di tempat
sumbatan balon ditiup dan arteri dilebarkan. Selesai. Teknik non-invasif ini tergolong berhasil. Bagi
penderita angina pektoris yang diakibatkan kelainan satu cabang pembuluh koroner (single vessel disease)
teknik ini banyak menolong. Angka keberhasilan cukup tinggi. Dan mortalitas/morbiditas—di tangan ahli
yang terlatih — rendah sekali. Benar, arteri dapat mengalami restenosis. Tapi — inilah keunggulan teknik ini
— prosedur tadi dapat diulang kembali.
Bagaimana prospeknya di negara kita ? Teknik angiografi koroner telah dikuasai oleh ahli-ahli kita.
Maka yang diperlukan tinggal latihan memasukkan kateter balon tadi. Tapi salah satu hambatan ialah : bila
terjadi komplikasi, diperlukan fasilitas bedah jantung darurat. Inilah hambatan utamanya. Bila ini dapat
diatasi, maka cukup banyak pasien penyakit jantung koroner yang akan dapat “disembuhkan” tanpa perlu
keluar negeri.
Kemajuan lain yang menyolok ialah telah tersedianya obat-obat baru bagi penderita angina pektoris.
Obat golongan beta—blocker dan calsium antagonist merupakan tulang punggungnya. Calsium antagonist —
seperti verapamil, diltiazem, dsb — mendapat perhatian besar terutama karena keberhasilannya mengendalikan
gejala angina pektoris tipe unstable, varian, atau prinzmetal. Perusahaan obat pembuatnya kini bahkan
meluaskan indikasinya sebagai obat primer antihipertensi : menurunkan tekanan darah sekaligus melindungi
jantung. Klaim yang punya dasar cukup kuat. Maka bukan tak mungkin penggunaan obat ini akan “meledak”
dalam waktu dekat ini, seperti halnya golongan beta—blocker pada masa sebelumnya.
Tapi ada satu hal yang perlu digarisbawahi. Meskipun gejala angina dapat terkontrol, untuk jenis angina
tertentu obat-obat tadi berdasarkan statistik tidak atau tidak banyak menurunkan insidensi infark miokard.
Sebagai contoh di Jepang sebelum ada nifedipin (antara tahun 1959 — 1968) insidensi pasien “angina of
effort” yang mengalami infark adalah 11,9%. Setelah ada nifedipin, antara tahun 1969 — 1978, angka tadi
turun menjadi 5,7%. Tapi untuk angina tipe varian insidensi tadi cuma turun dari 33,3% menjadi 32,3%.
Praktis tak berubah. Ini selain menyedihkan, juga menimbulkan tanda tanya besar. Sekaligus ia membuktikan
amat minimnya pengetahuan kita akan hakekat penyakit jantung koroner.
Maka usaha-usaha pencegahan primer dan sekunder, seperti menghindari rokok, olah raga, pengaturan
diet, mengubah perilaku menghadapi stress dsb., menjadi semakin penting. Dalam masalah ini pun masih
banyak kontroversi. Misalnya, beberapa percobaan besar-besaran untuk mencegah penyakit jantung koroner
dengan pengendalian diet dan pengobatan hipertensi tak berhasil menurunkan insidensi penyakit koroner!
Setidak-tidaknya untuk orang di atas usia 40 tahun. Apakah intervensi harus dilakukan lebih awal?. Tampaknya
demikian.
E. Nugroho
2 Cermin Dania Kedokteran No. 31
Cermin Dania Kedokteran No. 31 3
artikel
Angina Pektoris
dr. Nurhay Abdurahman
Sub Bagian Kardiologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta.
Angina pektoris adalah keadaan penderita Penyakit Jantung
Koroner dengan keluhan nyeri dada (di daerah sternal dan
precordial yang disebabkan karena gangguan peredaran darah
koroner sehingga pada suatu saat atau pada keadaan tertentu
tidak mencukupi keperluan metabolisme miokard karena
meningkatnya kebutuhan oksigen dan bila kebutuhan oksigen
tersebut, menurun kembali maka keluhan nyeri dada tersebut
akan hilang.
Dari segi sejarah Ilmu Kedokteran ada baiknya dicatat disini
bahwa : Angina pektoris telah dikenal dan telah digambarkan
oleh Dr. William Heberden sejak lebih dari 200 tahun yang lalu
(tahun 1768) sebagai berikut :
“There is a disorder of the breast, marked with strong and
peculiar symptoms, considerable for the kind of danger belonging
to it, and not extremely rare. The seat of it, and sense
of strangling and anxiety with which it is attended, may make it
not improperly be called Angina Pectoris.
Those who are afflicted with it are seized, while they are walking,
and more particularly when they walk soon after eating,
with a painful and, most disagreeable sensation in the breast,
which seems as if it would take their life away, if it were to
increase or to continue : the moment they stand still all this
uneasiness vanishes. In all other respects, the patients are, at
the beginning of this disorder, perfectly well, and in particular
have no shortness of breath, from which it is totaly different
and it will come on, not only when the persons are walking but
when they are lying down, and oblige them to rise up out of
their beds every night for many months togeher: and in one or
two very inveterbrate cases it has been brought on … even by
swallowing, coughing, going to stool, or speaking, or by any
disturbance of mind …_ this complaint was greatest in winter;
another, that it was aggravated by warm weather … ”
Dari catatan sejarah ini ternyata pengertian angina pektoris
dalam kurun waktu lebih dari 2 abad tidak banyak berbeda.
Pada masa kini dasar pengertian dari angina pektoris lebih
mendapat uraian yang luas dan mendalam.
Angina pektoris dapat merupakan manifestasi klinis yang
awal dari penyakit iskemia jantung yang sebagian besar disebabkan
karena gangguan pada sirkulasi koroner akibat atherosclerosis
pada arteria koronaria sehingga suplai darah yang
membawa oksigen dan metabolit ke dalam miokard sewaktuwaktu
tidak mencukupi keperluan metabolisme miokard yang
berubah-ubah.
Angina pektoris dapat diartikan sebagai manifestasi klinis dari
tidak adanya keseimbangan antara suplai dan keperluan aliran
darah koroner ke dalam miokard, keadaan ini dapat disebabkan
karena :
1. suplai yang berkurang karena hambatan aliran darah koroner
(sclerosis arteri koronaria, spasme arteri koronaria);
2. kebutuhan akan aliran darah koroner meningkat karena beban
kerja jantung lebih berat (misalnya pada aortic stenosis).
Dalam beberapa keadaan yang jarang terjadi, Angina pectoris
dapat terjadi tanpa ada kelainan dari arteri koronaria (angina
pectoris dengan arteri koronaria yang normal).
Iskemia miokard akan terjadi bila kebutuhan oksigen melampaui
suplai oksigen. Bila suplai 02 pada miokard mencukupi
kebutuhan 02 untuk metabolisme maka fungsi miokard akan
normal.
A). Faktor-faktor yang turut menentukan besarnya kebutuhan 02
miokard :
1. frekuensi denyut jantung per menit.
2. tegangan dinding ventrikel (berbanding langsung dengan
radius ventrikel dan tekanan sistolik dalam ventrikel,
akan tetapi berbanding terbalik dengan tebalnya dinding
ventrikel).
3. kekuatan kontraksi dari ventrikel (contractility).
B). Suplai 02 tergantung juga dari aliran darah koroner yang
mana aliran ini juga ditentukan oleh faktor-faktor :
1. tahanan vaskular dalam pembuluh darah koroner
2. diameter dari lumen arteri koronaria bagian proksimal
3. perbedaan antara tekanan diastolis sistemik dan tekanan
akhir diastolis dalam ventrikel.
4. frekuensi dari denyut jantung per menit
5. kadar oksigen dalam darah arteri koronaria (yang juga
tergantung dari kadar haemoglobin darah, saturasi
oksigen darah).
Diagnosis angina pektoris terutama berdasarkan pada anamnesa
yang dapat memberi data informasi tentang keluhan dari
sipenderita dengan penyakit jantung koroner. Informasi yang
penting dalam anamnesa harus meliputi :
1. Lokasi dari perasaan nyeri. Sedapat mungkin anamnesa dapat
memberi gambaran lokasi tertentu dari perasaan nyeridada
serta penjalaran dari rasa nyeri tersebut. Lokasi yang khas
dari nyeri dada pada angina pektoris adalah di daerah stern
al/mid sternal atau di daerah precordial. Kadang-kadang juga
rasa nyeri tersebut melintang di bagian dada tengah kekiri
dan kekanan. Rasa nyeri dada tersebut seringkali menjalar
melalui bahu kiri, turun ke lengan kiri di bagian ulnar sampai
ke daerah pergelangan tangan.
2. Karakteristik dan rasa nyeri perlu diperhatikan. Tiap penderita
dengan angina mungkin sekali akan melukiskan rasa nyeri
dengan ungkapan yang berbeda-beda secara subyektif,
misalnya perasaan nyeri dan berat di dada atau perasaan dada
seperti ditekan atau seperti dihimpit dan sebagainya.
3. Mulai dan saat waktu timbulnya perasaan nyeri dada tersebut
serta pencetus timbulnya nyeri dada perlu diungkapkan.
Misalnya seringkali nyeri dada timbul waktu sedang
melakukan kerja fisik tertentu, atau keadaan emosionil.
Kadang-kadang nyeri dada tercetus sesudah makan banyak.
Nyeri dada pada angina pektoris lebih mudah timbul pada
cuaca dingin.
4. Lama dan beratnya rasa nyeri dada perlu juga diketahui untuk
menilai berat ringannya dan perkembangan dari gangguan
sirkulasi koroner serta akibatnya.
5. Keadaan yang memberatkan rasa nyeri, misalnya kurangnya
istirahat atau keadaan yang sangat letih, iklim dan cuaca
dingin kadang-kadang terungkapkan dalam anamnesa.
6. Keadaan-keadaan yang dapat menghentikan perasaan nyeri
dada tersebut misalnya dengan istirahat, rasa nyeri hilang
dengan spontan atau rasa nyeri hilang juga bila ia mengisap
tablet nitro-glycerine di bawah lidah.
7. Tanda-tanda keluhan lain yang menyertai keluhan-keluhan
nyeri dada, misalnya: lemas-lemas dan keringat dingin,
perasaan tidak enak dan lain-lain, perlu mendapat perhatian
dalam anamnesa, karena hal-hal keadaan ini turut menggambarkan
berat ringannya gangguan pada sistim kardiovaskuler.
Sebagian besar penderita dengan angina pektoris datang pada
keadaan di luar serangan dimana keluhan-keluhan nyeri dada
tidak ada, dan sipenderita tampak dalam keadaan umum yang
baik. Dalam hal ini bila dari anamnesa terdapat stigmata dan
data-data yang mengungkapkan kemungkinan adanya angina
pektoris maka dapatlah diusahakan test provokasi untuk memas-
4 Cermin Dania Kedokteran No. 31
tikan adanya sesuatu serangan angina pektoris dengan beban
kerja (exercise induced myocardiac ischaemic pain). Standard
exercise stress test dapat menyebabkan timbulnya serangan
angina atau gejala-gejala yang sejenis lain, misalnya: gangguan
irama jantung (cardiac arrhythmia). Double master test, treadmill
test atau stationary bicycle test cukup baik untuk keperluan
diagnosa angina pektoris.
Perubahan EKG yang berupa depresi segmen S—T sebesar
0.5—1 mm atau lebih pada waktu atau segera sesudah melakukan
test exercise tersebut menunjukkan adanya iskemia subendocardiac.
Dalam keadaan istirahat penuh, EKG tampak selalu
normal kembali (kecuali penderita yang pernah mendapat
serangan infark jantung). Elevasi segmen ST dapat disebabkan
oleh adanya iskemia transmural pada miokard. Angina pektoris
sebagai sindroma Minis dapat terjadi dalam tipe stable dan tipe
unstable (stable angina pectoris and unstable angina pectoris).
Stable angina pectoris menunjukkan adanya keluhan angina
pektoris dengan pola yang tetap sama pada tingkat kerja fisik
tertentu sehingga biasanya dapat diduga kapan dan pada waktu
bagaimana serangan angina pektoris tersebut, akan timbul dan
akan hilang kembali. Sedangkan unstable angina pektoris
menggambarkan keadaan nyeri dada dengan pola keluhan yang
makin lama makin berat dan bahkan mungkin menjurus pada
angina pektoris yang timbul pada waktu kerja minimal atau pada
waktu istirahat dan mungkin memerrukan tablet nitroglycerin
makin banyak untuk menghilangkan serangan angina pektoris.
Penderita dengan unstable angina mempunyai risiko yang lebih
besar untuk terjadinya infark miokard.
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan angina pektoris
diluar serangan hampir selalu tidak ditemukan kelainan-kelainan
fisik. Pada waktu serangan nyeri dada mungkin dapat ditemukan
adanya bunyi jantung ke—4 (S4) yang akan menandakan
adanya gangguan dari daya pompa dari ventrikel kiri.
Elektrokardiogram diluar serangan angina pektoris seringkali
menggambarkan EKG yang normal, kecuali pada penderita
yang pernah mempunyai riwayat infark miokard yang sudah
lama. Pada umumnya perubahan EKG yang terjadi pada waktu
serangan (bila penderita dimonitor EKG) akan tampak adanya
depresi segmen ST dan perubahan tersebut, akan hilang lagi
serta EKG menjadi normal sesudah meredanya keluhan angina
pektoris.
Kira-kira 60—80% penderita dengan penyakit jantung koroner
menunjukkan perubahan-perubahan tersebut, diatas pada
bicycle exercise atau treadmill test yang maximal.
Pemeriksaan rontgen dada tidak menunjukkan kelainan khas
angina pektoris, baik pada waktu serangan ataupun di luar
serangan.
Pemeriksaan kadar serum transaminase (SGPT, LDH, CPKtotal
dan CK—MB) tidak mengalami perubahan pada angina
pektoris.
Echo-kardiografi jarang sekali dapat menggambarkan kelainan
yangberkenaan dengan serangan angina pektoris, hanya
kadang-kadang pada serangan angina pektoris dapat ditemukan
adanya tanda-tanda berkurangnya kontraktilitas dari bagian
miokard yang iskemia ataupun mungkin juga dapat dilihat
Cermin Dania Kedokteran No. 31 5
bahwa gerakan terbukanya daun katup mitral anterior lebih
lambat yang menandakan adanya gangguan pada kontraksi
ventrikel kiri.
Pemeriksaan penyadapan jantung (cardiac catherizarion)
untuk menilai keadaan hemodinamik pada waktu serangan
angina pektoris dapat menunjukkan kenaikan tekanan akhir
diatolik dari ventrikel kin yang juga menunjukkan adanya
gangguan pada kontraktilitas ventrikel kiri.
Demildan pula dengan mengukur kadar asam laktat dan
asam pirurat dalam darah yang disadap dari sinus coronarius
akan menunjukkan kadar yang meninggi, dan keadaan ini
menunjukkan pula meningkatnya metabolisme anerobik dalam
miokard yang sering terjadi pada miokard yang mengalami
keadaan anoxia.
Gambaran ventrikulografi dari ventrikel kiri waktu serangan
angina pektoris mungkin pula dapat menunjukkan adanya bagian
dari dinding ventrikel yang mengalami hambatan pada kontraksi
pada waktu sistole.
Angiografi koroner dapat menunjukkan adanya penyempitan
pada lumen arteri koronaria bagian proximal yang cukup
bermakna (lebih dari 50%) pada penderita angina pektoris. Pada
beberapa penderita angina pektoris seringkali didapat gambaran
angiografi koroner yang masih normal walaupun exercise test
menunjukkan respons iskemia yang positif. Sebagian dari kasus
angina pektoris tipe Prinzmetal seringkali tidak menunjukkan
kelainan pada angiografi koroner, dalam hal ini gangguan
sirkulasi koroner disebabkan semata-mata oleh spasme arteri
koronaria.
Pemeriksaan dengan radionuclide (isotop thallium) exercise
test mempunyai gambaran specifisitas dan sensitivitas yang lebih
baik, dengan demikian scintigraphy sesudah exercise test pada
penderita dengan angina pektoris akan menunjukkan bagianbagian
miokard yang tidak menyerap isotop yang juga
menunjukkan bagian-bagian miokard yang terkena keadaan
iskemia.
Diagnosa angina pektoris dapat ditujukan pada :
1. Penderita dengan usia di atas 50 tahun dengan keluhan nyeri
dada yang khas untuk angina pektoris dan disertai sekurangkurangnya
satu faktor risiko utama untuk penyakit jantung
koroner (merokok, hypertensi, hypercholesterolemia, diabetes
mellitus, anamnesa famili yang nyata, adanya penyakit
jantung koroner dalam keluarga ) dan nyeri dada hilang
dengan pemberian obat preparat nitro.
2. Penderita dengan angina pektoris yang khas disertai sekurangkurangnya
satu faktor risiko utama, dan menunjukkan hasil
exercise test yang positif, disamping itu pula keluhan nyeri
dada sembuh dengan obat preparat nitroglycerine.
3. Penderita dengan keluhan nyeri dada yang tidak khas (atypical
chestpain) yang menunjukkan hasil positif pada exercise test
dan pada angiografi menggambarkan adanya penyempitan
lebih dari 50% dari diameter lumen dari salah satu cabang
utama arteri koronaria (arteria koronaria kanan, arteria
koronaria kiri dengan cabang-cabangnya art. descendence
anterior kiri dan art. circumflex kiri).
4. Penderita dengan angina yang berat (unstable angina)
yang timbul pada kerja fisik yang ringan tidak boleh dilakukan
programmed exercise test. Diagnosa angina pektoris
dalam kasus ini, didasarkan pada anamnesa yang khas,
EKG dengan depresi segmen S—T pada serangan angina, dan
rasa nyeri dada dapat dicegah atau hilang dengan obatobat
nitrate.
5. Penderita dengan riwayat angina yang khas yang dapat
dikurangi nyeri dadanya dengan obat-obat nitrat dan pada
arteriografi koroner menunjukkan adanya penyempitan
lebih dari 50% pada salah satu arteria koronaria utama.
(Catatan: pada angina pektoris tidak/belum ada kenaikan
dari kadar enzim-enzim CK—total, CK—BM, LDH dan
SGOT).
Gambaran penderita dengan keluhan nyeri dada dengan tangan kiri yang
digenggamkan diatas daerah sternal.
Diagnose diferensial dari angina pektoris :
Keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan keluhan nyeri
dada selain dari penyakit jantung koroner adalah :
— nyeri yang berasal dari otot dinding thorax (neuromusculardisorders)
— Costo chondritis pada dinding dada (sindroma Tietze)
— Splenic-flexure syndrome
— fraktur tulang rusuk
— herpes zoster
— aneurysma aorta disectans
— pleuro pneumonia
— etelectosis
— pneumo thorax spontan
— emboli paru-paru
— malignancy pada paru-paru
— pericarditis
— prolaps katup mitral
— hypertensi pulmonal
— cardiomyopathia
— idiopathic hypertrophic subaortic stenosis
— stenosis katup aorta
— spasme oesophagus atau spasme cardia lambung
— hernia hiatus
— ulcus pepticum yang actif
— cholecystitis
— pancreatitis
— abses subdiaphragmatic
— kekhawatiran yang psychogenic (cardiac neurosis).
Pengobatan Angina Pektoris.
Pada serangan angina dapat diberikan tablet nitroglycerine
5 mg subligual untuk diisap di bawah lidah. Dapat jugs
dipertimbangkan pemakaian obat secara ini untuk profilaksis
terhadap serangan bila pada keadaan tertentu dapat diduga
bahwa serangan angina akan timbul. Dengan demikian
dianjurkan pad a penderita dengan angina pektoris agar selalu
membawa tablet nitroglycerine sublingual.
Faktor-faktor yang memberatkan kerja jantung (meningkatkan
kebutuhan oksigen miokard), sedapat mungkin harus
dihindari dan bila mungkin diperbaiki, misalnya hipertensi,
obesitas dan kerja fisik yang berat serta emosi yang berlebihlebihan.
Bila serangan angina pektoris mempunyai pola yang kurang
lebih menetap dalam pekerjaan sehari-hari, maka dapat diberikan
preparat nitroglycerin yang berdaya kerja dalam waktu
yang lama (long acting) sebagai pemberian obat yang dipertahankan
sehari-hari. Untuk ini isosorbide dinitrate tablet 10 mg
diberikan 3 & 4 kali sehari, seringkali cukup memadai maksud
tersebut. Disamping itu dapat pula ditambahkan obat-obatan
beta -blocker yang dapat menurunkan kebutuhan oksigen
miokard.
Dalam hal ini propanolol tablet 10 mg 3 kali sehari dapat dicoba
bila tidak ada kontra indikasi (gagal jantung, astma
bronchial, heart block grade 2 dan grade 3).
Baru-baru ini dikembangkan juga pemakaian salep nitroglycerine
dalam jumlah tertentu yang diserapkan pada kulit
dapat memenuhi keperluan obat-obat nitro sehari-hari. Latihan
fisik atau olahraga dengan bimbingan tertentu yang disesuaikan
dengan keadaan sipenderita dianjurkan untuk mencapai
keadaan optimal dari sistem kardiovaskuler dalam arti
bahwa kerja jantung menjadi lebih efisien.
Perhatian dalam pengobatan angina pektoris harus juga
ditujukan pada pola perkembangan keluhan-keluhan angina.
Bila keluhan angina menjadi progresif dalam frekuensi dan
beratnya serangan atau serangan angina timbul pada keadaan
istirahat, maka pengobatan harus lebih intensif dengan maksud
untuk sedapat mungkin mencegah terjadinya iskemia yang lebih
berat yang mungkin berlanjut akan menjadi infark miokard.
Bila keadaan ternyata bertambah buruk di monitor EKGnya dan
dilakukan pengukuran kadar enzim (SGOT LDH, CPK, dan
CK—MB) yang dilakukan berturut-turut dalam hari-hari
pertama perawatan. Penderita harus istirahat di tempat tidur
dan diberikan obat-obat sedatif dan bila perlu obat-obat
analgesik. Obat-obat beta -blocker dalam infark miokard akut
diragukan manfaatnya, bahkan mungkin perlu dihentikan
pemberiannya untuk sementara selama fase akut.
Tentang pemakaian obat antikoagulan pada unstable angina
belum ada data laporan penyelidikan yang menunjukkan bahwa
obat-obat tersebut dapat memberi manfaat yang cukup
bermakna. Pada penderita yang belum lama mendapat serangan
post infark miokard (kurang dari 1 atau 2 bulan yang lalu)
dengan timbulnya keluhan unstable angina, pemberian obat antikoagulan
boleh dipertimbangkan walaupun belum pasti
hasilnya.
Perhatian pada akhir-akhir ini banyak ditujukan pada faktor
spasme arteria koronaria vasospasme yang dapat menimbulkan
keluhan angina, walaupun pada keadaan istirahat. Pada
penderita dengan PJK ataupun pada penderita dengan
pembuluh arteria koronaria yang masih baik, dalam hal terse-but
diatas, Calsium antagonist dapat bermanfaat pada vasospastic -
unstable-angina-pektoris. Penderita yang telah diberikan
pengobatan seperlunya, akan tetapi masih juga menderita angina
sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan angiografi koroner
untuk menentukan apakah ada indikasi untuk tindakan operatif
(coroner artery bypass surgery). Ella ternyata terdapat
penyempitan yang cukup berarti (70%) pada dua atau lebih
arteri koronaria yang utama atau pada percabangannya yang
proksimal dari salah satu dari kedua arteria koronaria utama
tersebut, maka tindakan operatif seringkali dapat menghilangkan
keluhan-keluhan angina.
6 Cermin Dunia Kedokteran No. 31
Uji Kerja Fisik ( Exercise Test )
Menggunakan Treadmill
Untuk Deteksi Iskhemia Miokardium
dr. Dangsina Moeloek
Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
PENDAHULUAN
Iskhemia miokardium atau penyakit jantung koroner merupakan
problem kesehatan yang penting karena menjadi penyebab
morbiditas dan mortalitas pada usia pertengahan dan usia lanjut.
(Pada usia pertengahan umumnya seseorang berada dalam jabatan
pimpinan dalam menuju puncak karier). Statistik akhir-akhir ini
memperlihatkan kecendrungan insidens penyakit tersebut pada
usia yang lebih muda. Oleh karena itu perlu dilakukan
penanggulangan sebaik-baiknya.
Langkah pertama dalam penanggulangan adalah diagnosa
yang tepat; riwayat penyakit, pemeriksaan klinik dan laboratorium
serta EKG istirahat saja tidak cukup untuk menegakkan diagnosa.
Akhir-akhir ini banyak dilakukan uji kerja fisik untuk mendeteksi
iskhemia miokardium. Penelitian epidemiologi telah
memperlihatkan nilai EKG kerja untuk mendeteksi penyakit
jantung koroner yang bersifat laten atau subklinik
dan juga dalam meramalkan risiko terjadinya serangan penyakit
dimasa mendatang.
Tujuan utama uji kerja fisik adalah memberi beban sedemikian
rupa kepada miokardium atau jantung untuk menimbulkan
terjadinya iskhemia bila jantung tidak dapat melakukan
adaptasi terhadap pembebanan yang diberikan. Pelbagai macam
cara dan alat digunakan untuk uji kerja fisik baik untuk
yang bersifat invasiv maupun yang noninvasiv. Pada gambar 1
dapat dilihat bentuk yang banyak digunakan pada dekade
terakhir.
Hal yang perlu diperhatikan pada uji kerja fisik antara lain :
1. berat beban : maksimal atau submaksimal
2. tipe kerja : kontinu atau intermiten
3. posisi tubuh : berbaring atau berdiri
4. otot yang terlibat : sebagian kecil atau sebagian besar ..otot
tubuh.
Gambar 1. Pelbagai macam bentuk uji kerja fisik
Cermin Dunia Kedokteran No. 31 7
ADAPTASI AKUT KARDIOVASKULER PADA KERJA
FISIK
Adaptasi fisiologik terhadap kerja fisik dapat dibagi dalam
adaptasi akut dan kronik. Adaptasi akut merupakan penyesuaian
tubuh yang terjadi pada saat kerja deakukan; adaptasi
kronik merupakan hasil perubahan pada tubuh oleh suatu
periode program latihan fisik.
Adanya kerja fisik berarti terdapat suatu pembebanan
bagi tubuh dan hal ini akan mengakibatkan teijadinya mekanisme
penyesuaian dari alat/organ tubuh bergantung kepada
usia, suhu lingkungan, berat ringan beban, lamanya, cara
melakukan dan jumlah organ yang terlibat selama kerja fisik
tersebut.
Fungsi utama sistem kardiovaskuler selama kerja fisik adalah
menghantar darah ke jaringan yang aktip termasuk oksigen
dan nutrien, dan mengangkut produk metabolit dari jaringan
tersebut ke alat ekskresi. Untuk melakukan tugas tersebut
beberapa parameter tubuh mengalami perubahan, antara lain :
1. Frekuensi denyut jantung
Frekuensi denyut jantung merupakan parameter sederhana
dan mudah diukur dan cukup informatip untuk faal kardiovaskuler.
Pada keadaan istirahat frekuensi denyut jantung
berkisar antara 60 – 80 per menit. Hal ini mudah dideteksi
dengan cara palpasi maupun dengan menggunakan alat seperti
pulse meter. cardiac monitoring dan sebagainya; tempat
pengukuran dapat di a.radialis, a. carotis dan pada apex jantung
sendiri. Frekuensi denyut jantung terendah diperoleh pada
keadaan istirahat berbaring. Pada posisi duduk sedikit
meningkat dan pada posisi berdiri meningkat lebih tinggi dari
posisi duduk. Hal ini disebabkan oleh efek grafitasi yang mengurangi
jumlah arus balik vena ke jantung yang selanjutnya
mengurangi jumlah isi sekuncup.
Untuk menjaga agar curah jantung tetap maka frekuensi denyut
jantung meningkat, curah jantung = frekuensi denyut jantung X
isi sekuncup.
Sebelum seseorang melakukan kerja fisik, frekuensi denyut
jantung pra kerja meningkat di atas nilai pada keadaan istirahat.
Hal ini merupakan refleks ANTICIPATORY yang mungkin
melalui sekresi CATECHOLAMINE dari medula kelenjar
adrenal.
Begitu kerja fisik dimulai, frekuensi denyut jantung segera
meningkat. Terdapat hubungan linier antara frekuensi denyut
jantung dengan intensitas kerja seperti terlihat pada gambar 2.
Makin baik kondisi seseorang akan diperoleh frekuensi denyut
jantung yang lebih rendah untuk beban kerja yang sarna.
Pada suatu saat meskipun beban ditambah tetapi frekuensi denyut
jantung tetap. Frekuensi denyut jantung pada keadaan tersebut
disebut frekuensi maksimal. Tiap orang mempunyai frekuensi
maksimal denyut jantung yang tampaknya mempunyai hubungan
erat dengan faktor usia. (Frekuensi maksimal denyut jantung =
220 – usia dengan standar deviasi ± 10 denyut).
2. Isi sekuncup
Isi sekuncup selama kerja fisik dipengaruhi oleh faktor :
8 Cermin Dunia Kedokteran No. 31
180
d
I50 a
• 120
90
Istirahat 0 5
kerja 0 5 10 15 20 25
pemulihan 0 5 10
Waktu ( menit )
Gambar 2. Hubungan antara frekuensi denyut jantung dan intensitas kerja.
a. arus balik vena
b. distensibilitas ventrikel
c. tekanan aorta dan a.pulmonalis
d. kontraktilitas ventrikel
Faktor a dan b mempengaruhi kapasitas pengisian ventrikel
yaitu banyaknya darah yang tersedia untuk mengisi ventrikel;
sedangkan faktor c dan d mempengaruhi kemampuan
pengosongan ventrikel yaitu kekuatan memompa darah melawan
tekanan yang harus dilaluinya.
Respon isi sekuncup terhadap kerja fisik bergantung pada
posisi individu pada saat melakukan kerja. Pada posisi berbaring
darah dapat kembali ke jantung secara mudah tanpa harus
melawan kekuatan gravitasi. Terlihat bahwa selama kerja pada
posisi berdiri, isi. sekuncup meningkat secara linier dan
mencapai nilai tertinggi pada 40% — 60% VO2 maksimal. Pada
posisi berbaring, dalam keadaan istirahat isi sekuncup mendekati
nilai maksimal sedangkan pada kerja terdapat hanya sedikit
peningkatan. Nilai pada posisi berbaring dalam keadaan istirahat
hampir sama dengan nilai maksimal yang diperoleh pada waktu
kerja dengan posisi berdiri. Jumlah isi sekuncup pada orang
dewasa laki-laki mempunyai variasi antara 70 — 100 ml; nilai
tertinggi diperoleh sebanyak 200 ml pada atlit yang terlatih baik.
Makin besar intensitas kerja (melebihi batas 85% dari kapasitas
kerja) makin sedikit isi. sekuncup; hal ini disebabkan
memendeknya waktu pengisian diatole akibat frekuensi denyut
jantung yang meningkat (bila mencapai 180/menit maka 1 siklus
jantung hanya berlangsung selama 0,3 detik dan pengisian
diatole merupakan bagian dari 0,3 detik terse-but).
3. Curah jantung
Telah diuraikan di atas bahwa curah jantung merupakan basil
perkalian antara frekuensi denyut jantung dan isi sekuncup.
Pada intensitas kerja yang mencapai 40 — 60% dari kapasitas
maksimal peningkatan curah jantung disebabkan oleh kedua
faktor tersebut di atas. Di atas kapasitas maksimal
x x x x x 600
• 30 Rest 300 j beban kerja dengan w
meter sepeda (kpm/menit)

‘ xx

u x x xx
x
x x
xxx
x x
U U U U
U U U „
U U U ~
x
9001
1200
x
x x
x xx x 11 U
x x
1500
x
U U
000
Cermin Dunia Kedokteran No. 31 9
tersebut maka peningkatan curah jantung terutama oleh
peningkatan frekuensi denyut jantung
Pad a keadaan istirahat curah jantung seorang 10d-laid dewasa
sehat berkisar 4 — 6 liter/menit. Nilai maksimal curah jantung
bergantung pada banyak faktor antara lain ukuran tubuh, dan
yang paling penting adalah latihan ENDURANCE. Pada orang
yang tidak terlatih nilai ini berkisar 20 — 30 liter/menit sedangkan
pada atlit yang terlatih baik dapat mencapai 40 liter/menit.
Jumlah curah jantung juga berperan dalam menentukan
konsumsi oksigen.
4. Arus darah
Arus darah dari jantung ke jaringan tubuh bervariasi sesuai
dengan kebutuhan masing-masing jaringan baik dalam keadaan
istirahat maupun pada kerja fisik. Jumlah absolut darah yang ke
otak selalu tetap/konstan, ke otot dan jantung jumlah darah akan
meningkat sesuai dengan bertambahnya beban kerja sedangkan
yang ke ginjal, lambung dan usus akan berkurang pada beban
kerja yang meningkat. Peningkatan arus darah ke otot yang aktip
merupakan kerja persarafan vasodilator dan peningkatan
metabolisme yang menimbulkan penurunan pH atau
peningkatan derajat keasaman dan pada tingkat lokal akan
terlihat lebih banyak kapiler dan arteriol yang membuka.
Hal yang penting pada arus darah ialah arus darah pada sistem
koroner. Arus darah miokardium sangat sensitif terhadap
hipoksia; adanya peningkatan kebutuhan oksigen atau pun
terjadi penurunan oksigen ke miokardium akan segera diikuti oleh
peningkatan arus darah koroner. Mungkin tekanan oksigen
miokardium adalah faktor yang paling penting untuk mengatur
arus darah koroner melalui penglepasan metabolit vasodilator.
Tekanan oksigen miokardium menurun dari epikardium ke
endokardium. Tekanan yang rendah pada subendokardium
tampaknya merupakan hal yang mengakibat kan sering
terjadinya iskhemia pada subendokardial.
Faktor lain yang berperan dalam pengaturan arus darah adalah
siklus jantung. Telah diketahui bahwa dengan bertambahnya
beban kerja, akan terjadi peningkatan frekuensi denyut jantung dan
hal ini mengakibatkan lebih singkatnya waktu yang digunakan
untuk satu siklus jantung termasuk fase diastole. Sedangkan
pengisian pembuluh darah koroner yang terbanyak adalah pada
fase diastole. Dengan berkurangnya fase diastole maka arus darah
koroner juga akan berkurang.
5. Elektrokardiogram
Perubahan pada jantung selain pada hal yang tersebut di atas,
juga terjadi perubahan tata listrik jantung yang dapat dilihat dari
hasil rekaman EKG. Adanya kerja fisik akan menimbulkan
perubahan pada gelombang dan segmen dalam kurva EKG
misalnya terjadi pemendekan interval PR, QT, amplitudo
gelombang I menurun dan sebagainya.
Yang penting diperhatikan pada kurva EKG ialah adanya
iskhemia miokardium. Kriteria yang banyak digunakan ialah
adanya depresi segmen ST yang menggambarkan vulnerabiliti
lapisan subendokardial. Telah diperlihatkan adanya hubungan yang
erat antara besarnya depresi segmen ST dengan derajat
iskhemia pada pembebanan.
Selain hal tersebut di atas masih banyak lagi yang dapat
dilihat dan diperhitungkan dalam mendiagnosa adanya iskhemia
miokardium.
6. Tekanan darah
Tekanan darah selama kerja fisik memperlihatkan hubungan
antara keseimbangan peningkatan curah jantung dan penurunan
tahanan perifer dengan adanya vasodilatasi pada pembuluh
darah otot yang bekerja. Terlihat bahwa tekanan sistolik
akan meningkat secara progresiv sedangkan pada tekanan
diastolik tetap atau sedikit menurun.
METODE UR KERJA FISIK
Dari 1400 laboratorium yang disurvai diperoleh data bahwa
yang digunakan untuk melakukan uji kerja fisik adalah sebagai
berikut :
— 72% menggunakan treadmill
— 17% menggunakan sepeda
— 11% menggunakan bangku
Dalam melakukan uji kerja fisik banyak parameter yang
dapat dievaluasi dan pelaksanaannya bergantung kepada
kebutuhan. Misalnya selain mengukur tekanan darah dapat juga
dilakukan pengukuran RQ, suhu tubuh dan sebagainya.
Yang penting adalah kerja yang dilakukan merupakan kerja
kontinu atau mendekati kontinu dan pembebanan yang diberikan
adalah secara bertingkat.
Treadmill banyak digunakan mungkin karena pada pelaksanaannya
tidak memerlukan ketrampilan khusus bagi pasien karena
hanya berjalan mulai dari lambat sampai jalan cepat dan pada
tingkat terakhir berlari. Caranya juga banyak misalnya cara
Ellestad, Bruce, Balke dan sebagainya. Yang banyak dikenal dan
umum digunakan adalah cara Bruce.
Protokol yang digunakan umumnya adalah sebagai berikut : Uji
kerja fisik terdiri dari beberapa tingkat yang masing-masing
berlangsung 3 menit. Makin lama beban yang harus dipikul makin
berat karena kecepatan treadmill dan sudut kemiringan makin
curam.
Tahapan tingkat pembebanan adalah sebagai berikut :
Tingkat Kecepatan (mph) Elevasi(% grade)
1 1,7 10
2 2,5 12
3 3,4 14
4 4,2 16
5 5,0 18
6 5,5 20
Jadi selama uji kerja fisik tersebut banyak hal yang dapat
dievaluasi. Selain untuk menentukan adanya iskhemia, uji kerja
fisik juga dapat digunakan untuk menentukan kapasitas aerobik
seseorang, menentukan program latihan yang akan diberikan,
sebagai follow up suatu program pengobatan atau latihan.
10 Cermin Duaia Kedokteran No. 31
KESIMPULAN
Uji kerja fisik dapat digunakan untuk deteksi adanya
iskhemia miokardium, karena dengan melakukan kerja akan
lebih dapat dilihat fungsi kardiovaskuler terutama jantung.
Pelaksanaan uji kerja fisik dapat dilakukan dengan bermacam
alat dan metode, tetapi yang penting adalah pelaksanaan
itu harus sesuai dengan tujuan pemeriksaan.
Treadmill akhir-akhir ini banyak digunakan oleh karena
memenuhi persyaratan yang diperlukan dalam melakukan uji
kerja fisik.
KEPUSTAKAAN
1. Klatenbach M. Form of exercise testing. Dalam:Loogen F, Seipel L.
Eds. Detection of ischemic myocardium with exercise. Berlin :
Springer–Verlag 1982; 3 – 8.
2. Marie J. Exercise test-and training in coronary heart disease. Baltimore
: The William & Wilkin co, 1973.
3. Wilmore JM. Athletic training and physical fitnes. Boston : Allyn
and Bacon Inc. 1977; 26 – 48.
4. Glasser SP, Clark PI. The clinical approach to exercise testing.
Cambridge : Harper & Row Publ 1980; 1 – 5.
Cermin Dunia Kedokteran No. 31 11
Penyakit Jantung Bawaan :
Apa yang Harus Dilakukan
dr. Maemunah Affandi
Subbagian Kardiologi, Bagian Ilmu Kesehatan Anak,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta
Mengenal Penyakit Jantung Bawaan secara dini lebih
menguntungkan daripada bila sudah lanjut
Di Indonesia, walaupun belum ada data Penyakit Jantung
Bawaan (PJB) yang akurat, namun masalah PJB jelas telah
memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh baik dari dokter
umum maupun spesialis. Data Polildinik Jantung Anak di
Bagian Anak FKUI—RSCM1 melaporkan peningkatan jumlah
pengunjung dari 241 menjadi 512 pada tahun 1970 dan 1973.
Jumlah PJB (72%) lebih tinggi dari Penyakit Jantung Didapat
(28%), dan jumlah konsultasi berasal dari Dokter umum (47%)
tidak jauh berbeda dari dokterspesialis (53%).
Neutze2 mengutarakan insidens PJB pada beberapa negara
bersumberkan perkiraan WHO 1979 sebagai berikut :
(Lihat Tabel dibawah)
PJB dirumah sakit umum tidak merupakan penyakit dalam
kelompok utama, terutama di Indonesia dimana sebagian besar
bayi PJB mungkin meninggal sebelum sampai di rumah sakit
umum ataupun PJB ringan tidak sampai di diagnosa secara
adekwat.
Urutan 10 besar PJB di Poliklinik Jantung Anak, Bagian Anak
FKUI—RSCM (1970-1973) memperllhatkan Ventricular Septal
Defect (VSD) yang terbanyak, sesuai dengan klinikklinik
lainnya. (Lihat tabel 1)
Tabel 1. Urutan 10 PJB di Bagian Anak
FKUI—RSCM (1970 — 1973)1
Janis PJB Jumlah Kasus
VSD
ASD
T. F.
PS
PDA
IPAD
TGA
Dextrocardia
HPP
Lain—lain
374
86
76
72
59
20
9
7
1
27
VSD : Ventricular Septal Defect.
ASD : Atrial Septal Defect.
TF : Tetralogy Fallot
PS : Pulmonary Stenosis
PDA : Patent Ductus Arteriosus
IPAD : Idiopathic Pulmonary Artery Dilatation
TGA : Pransposition of theQreat Artery
HPP : Hipertensi Pulmonal Primum.
Sikap utama menghadapi PJB adalah pemastian adanya kelain-
Penduduk
( X 1 0 6 )
Rata2 kelahiran
(per103)
Kelahiran hidup
( X 1 0 6)
Bayi dengan PJB
( X 1 0 3)
Indonesia 140 31 . 4,3 25,6
Inggris 49 12 0,6 3,4
Brazil 110 52 5,7 34,0
India 610 37 22,5 135,1
Amerika Serikat 215 15 3,3 19,8
Rusia 256 18 4,7 28,0
an, kemudian diagnosa antaomi dari kelainan N B secara tepat.
Tulisan ini bertujuan menguraikan secara garis besar beberapa
aspek PJB, agar dapat memberi sedikit gambaran pendekatan
diagnostik serta penatalaksanaan PJB.
DEFINISI PJB.
PJB ialah kelainan “susunan” jantung, “mungkin” sudah terdapat
sejak lahir. Perkataan “susunan” berarti menyingkirkan aritmia
jantung, sedangkan “mungkin” sudah terdapat sejak lahir berarti
tidak selalu dapat ditemukan selama beberapa minggu/bulan
setelah lahir.
ETIOLOGI PJB.
Sebenarnya sulit sekali menentukan penyebab PJB secara tepat.
Berdasarkan data kepustakaanl 1,3 disimpulkan 3 kelompok faktor
etiologi PJB berikut :
1. faktor genetik (biasanya merupakan bagian dari sindroma
tertentu).
2. faktor lingkungan/faktor eksterna (obat, virus, radiasi) yang
terdapat sebelum kehamilan 3 bulan.
Hipoksia pada waktu persalinan dapat mengakibatkan tetap
terbukanya ductus arteriosus pada bayi.
3. interaksi dari faktor genetik dan faktbr lingkungan.
Tabel 2 memperlihatkan perkiraan frekuensi faktor-faktor
etiologik yang berperanan pada PJB.
Tabel 2 : Faktor-faktor etiologik pada PJB3
Faktor genetik :
kelainan kromosom 5 %
mutasi genetik tunggal 3 %
Faktor lingkungan :
rubella 1 %
lain – lain 1 %
Faktor genetik + lingkungan 90 %
Jelas terlihat bahwa sebagian besar PJB disebabkan oleh interaksi
faktor genetik dan faktor lingkungan. Untuk terjadinya PJB
diperlukan syarat-syarat berikut :
1. embrio mempunyai predisposisi untuk kelainan bawaan.
2. embrio menunjukkan reaksi abnormal terhadap rangsangan
lingkungan tertentu.
3. kontak dengan faktor lingkungan tersebut terjadi pada masa
berbahaya dalam pembentukan sistem kardiovaskuler (antara
18—60 hari masa kehamilan ibu).
Beberapa faktor lingkungan (obat, virus) yang dapat menyebabkan
PJB sebagai berikut :
(Lihat tabel 3)
Mungkin sebenarnya masih banyak faktor-faktor lingkungan
yang bersifat teratogenik, tetapi belum dibuktikan. Karenanya
pada ibu-ibu yang hamil muda sebaiknya tidak diberikan obatobatan
bila tidak mutlak diperlukan. Hipoksia pada waktu
kelahiran dapat mengakibatkan tetap terbukanya duktus
arteriosus.
12 Cermin Dunia Kedokteran No. 31
Tabel 3. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan PJB3
OBAT V I R U S
Terbukti teratogen
Dicurigai teratogen
– talidomid
– antagonis asam folat
– dekstroamfetamin
– antikonvulsan
– litium kloride
– alkohol
– progesteron/estrogen
– Virus rubella
– Herpes virus Hominis
B
– Coxsackie B.
Manifestasi klinik dan penatalaksanaan PJB pada bayi/neonatus
dan anak besar.
Anak-anak dengan PJB derajat berat, pada umumnya memperlihatkan
gejala dalam umur 6 bulan I dan sering juga pada
masa neonatus
Beraneka ragam manifestasi klinik dapat terjadi pada bayi dan
anak besar dengan PJB. Pada kedua golongan umur tersebut
diatas dapat terjadi gagal jantung di setiap tingkatan umur.
Clarkson4 menyatakan empat hal paling sering ditemukan pada
neonatus dengan PJB adalah :
1. Sianosis, adalah manifestasi jelas PJB pada neonatus. Sekali
dinyatakan sianosis sentral bukan akibat kelainankelainan paruparu,
serebral atau metabolik atau kejadiankejadian perinatal,
maka perlu segera diperiksa untuk mencari PJB derajat berat
walaupun tanpa bising jantung.
Perlu segera dikonsulkan kardiologi anak, karena beberapa lesi
PJB dapat dikoreksi semasa neonatus misalnya transposisi
pembuluh arteri yang dapat memburuk mendadak dan meninggal
dalam usia beberapa hari. Jenis PJB dan saat timbulnya sianosis
dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Jenis PJB dan saat timbulnya sianosis menurut Godman5
U m u r Jenis PJB
0 – 1 bulan
1 – 12 bulan
12 bulan keatas
Transposisi Pembuluh darah Besar
Atresia pulmonal tanpa defek septum
Astresia Trikuipid
Anomali Ebstein
“Obstructed Total Anomalous Pulmonary Venous
Drainage” (TAPVD)
Tetralogy Fallot
Double Outlet Right Ventricle
Single Ventricle with Puim Stenosis
Non obstructed TAPVD
Tetralogy Fallot
Sindrom Eisenmanger
Anomali Ebstein
2. Takipnea. Frekuensi pernapasan yang sangat cepat yang
tidak selalu sehubungan dengan kesulitan bemapas, adalah
tanda penting PJB yang seri ng dilupakan.
Pengamatan frekuensi pernapasan seharusnya merupakan salah
satu bagian penting pada pemeriksaan neonatus.
Frekuensi pernapasan lebih dari 45 X/menit pada bayi fullterm
dan 60X/menit pada bayi prematur setelah beberapa jam pertama
kelahiran diduga ada kelainan disebabkan oleh berbagai
hal, termasuk problem sederhana — misalnya ‘overheating’
frekuensi biasanya abnormal dan memerlukan pemeriksaan.
Takipnea adalah tanda yang biasa ditemukan pada bayi dengan
shunt kiri-kanan (misal Ventricular Septal Defect atau Patent
Ductus Arteriosus), obstruksi vena Pulmonalis (anomali total
aliran vena pulmonalis) dan kelainan lainnya dengan akibat
gagal jantung misalnya pada dugaan secara diagnosa klinik,
adanya Aorta koarktasi dimana pulsasi nadi femoralis melemah/
tidak teraba.
3. Frekuensi jantung abnormal.
a. Takikardia, frekuensi jantung sampai 180/menit dapat
disebabkan oleh berbagai ragam rangsangan pada “newborn”.
Tetapi, bila frekuensi lebih dari 200/menit diduga adanya
takikardi supraventrikuler yang harus dikonfirmasi dengan
EKG. Pengobatan tepat dengan digoxin atau kardioversi
listrik sangat diperlukan karena takikardia menimbulkan
gagal jantung.
b. Bradikardia, beberapa neonatus denyut jantung 80/menit. Bila
80/menit atau < 80/menit, diduga adanya blok atrioventrikuler
yang dapat dikonfirmasikan dengan EKG.
4. Bising jantung
Walaupun tanpa bising jantung, tetapi PJB dapat diduga bila
ditemui tanda-tanda lain yang penting.
Beberapa bayi (“infant”) dengan resiko tinggi misalnya Atresia
pulmonal, Transposisi Pembuluh Darah Arteri, dan Anomali
aliran vena pulmonalis total mungkin disertai bising jantung.
Adanya bising jantung disertai sianosis dan/atau takipnea sangat
mungkin adanya PJB.
Bising jantung saja tidaldah selalu menyatakan adanya problem
parah pada jantung termasuk juga padabayi umur 1—2 hari.
Kadang-kadang bising jantung terdengar sementara saja, tetapi
bila menetap pada waktu bayi dipulangkan dari rumah sakit,
maka diperlukan pemeriksaan cermat disertai radiologik dada
dan elektrokardiografi.
Tabel 5 : Gambaran PJB pada neonatus.
Sianosis
Takipnea
Frekuensi jantung abnormal
± bising jantung
Pemeriksaan bayi dengan dugaan PJB, memerlukan juga foto
toraks dan EKG yang dapat membantu menentukan hemodinamik
lesi dan juga dari segi nilai diagnostik.
5. Diagnosis dan Penatalaksanaan.
Pemeriksaan pertama yang penting dalam penentuan adanya
PJB adalah toraks foto dan EKG.
Pada bayi dengan takipnea, tanda radiologik adanya kardiomegali,
bertambah corakan pembuluh darah paru atau edema
interstisiel biasanya sudah terlihat, walaupun tanda-tanda khas
barulah kemudian terdapat. Problema pernapasan adalah
problem jantung yang dapat terlihat. Gambaran EKG pada PJB
sering abnormal, tetapi kadang-kadang hanya terdapat ventrikel
kanan dominan yang biasa ditemukan pada bayi normal. Pada
keadaan demikian, diperlukan reevaluasi dalam jangka waktu
pendek berulang kali. Pada gagal jantung, pemberian digoxin
dan diuretika memberikan respons.
Jika neonatus dengan gagal jantung kongesti yang berat,
misalnya pada neonatus dengan sianosis, segera kirim ke rumah
sakit untuk pemeriksaan kateterisasi jantung, angiokardiografi
serta tindakan bedah.
Gagal Jantung, mencerminkan ketidak sanggupan jantung untuk
memenuhi kebutuhan tubuh. Adanya gagal jantung disetiap
golongan umur menyatakan adanya problem utama yang berarti
dan kecendrungan kelainan-kelainan jantung tertentu akan
mengalami komplikasi gagal jantung (tabel 6).
Tabel 6. Penyebab gagal jantung pada bayi dan anak pada usia tertentus
U m u r Jenis PJB
0 — 1 minggu
1 minggu — 1 bulan
1 — 3 bulan
3 — 6 bulan
6 bulan keatas
Hypoplastic left heart
Sindrom Koarktasio
Iskemia miokard
Obstructed TAPVD
Trunkus Arteriosus
Complete Atrioventricular Canal
Single Ventricle
Stenosis Aorta berat
VSD
PDA
Takikardia Supraventrikuler
Isolated Coarctation
Endocardial fibroelastosis
Kardiomiositis
Takkkardia supraventrikuler
Miokarditis dan kardiomiopati
Penyakit Jantung Didapat.
Gejala dan tanda-tanda gagal jantung pada anak besar menyerrupai
orang dewasa, sedangkan manifestasi pada bayi lebih sulit
untuk dikenali yaitu :
1. Tanda-tanda kerusakan/gangguan miokardium
Kadiomegali radiologik adalah satu tanda penting yang selalu
ditemukan jika fungsi jantung terganggu/rusak. Kadangkadang
ukuran besar jantung masih normal misal pada
obstruksi aliran vena pulmonalis derajat berat, (Total
anomalous P.V, Drainage dibawah diafragma) “lung vascular
bed” abnormal. Dapat juga terdengar irama gallop.
Anggota-anggota gerak teraba dingin dengan pulsasi nadi
tepi melemah dan penurunan tekanan darah terlihat bila
mana aliran darah sistemik mengurang.
Bayi dengan gagal jantung mungkin bergizi kurang, karena
refleksi kesulitan pernapasan berakibat rusaknya/terganggu
perfusi jaringan. Berkeringat banyak jelas terlihat pada bayi
dengan gagal jantung sebagai pertanda aktifitas sistem
Cermin Dunia Kedokteran No. 31 13
saraf autonomik pada keadaan tersebut.
2. Tanda-tanda kongesti paru, merupakan manifestasi gagal
jantung pada bayi dan berhubungan dengan tanda-tanda
kesulitan pemapasan. Keadaan ini terjadi pada gagal ventrikel
kiri (misalnya VSD) atau obstruksi vena pulmonalis (misal
T.AP.V.D), biasanya terdapat sebelum adanya tanda-tanda
kongesti sistem vena. Frekuensi pernapasan cepat dengan
sedikit usaha pertambahan pernapasan sering dijumpai,
dengan dihitung per menit. Jika gagal jantung meinburuk,
terjadilah “gasping” berat dan “grunting”. Terdengar ”
wheezing” akibat kompresi saluran napas oleh distensi
pembuluh paru atau pembesaran atrium kiri. Males” jarang
terdengar, tetapi batuk kronik sekunder akibat kongesti
mukosa bronkial sering terdapat.
3. Tanda-tanda kongesti sistem vena.
Hepatomegali merupakan satu tanda terbanyak ditemukan,
biasanya sekunder terhadap gagal jantung kiri yang juga
dapat ditemukan pada kelainan lain (misal Stenosis pulmonal
berat dengan akibat gagal jantung kanan).
Distensi vena leher pada bayi sulit pengukurannya, karena
leher relatip pendek.
Edema perifer tidak selalu ditemukan, dan bila terdapat
biasanya tidak pada kedua tungkai bayi dengan posisi
berbaring, tetapi pada muka.
4. Penatalakasanaan gagal jantung.
Digoxin tetap merupakan obat utama, dimulai dengan ½
dosis inisiel disusul dengan ¼ dosis setiap 8 jam selanjutnya,
reevaluasi respons digoxin dan kemungkinan keracunan
digitalis setelah 6—8 jam sebelum diberikan dosis inisiel
terakhir atau sebelum dimulai pengobatan “maintenance”.
Diuretika mungkin diperlukan Frusemide parenteral, dosis
1— 2 mg/kg Berat badan/hari, tetapi klorotiazid 50 mg/kg/hari
per oral biasanya juga efektip.
Tambahankalium diperlukan pada “maintenance “.
MANIFESTASI KLINIK DAN PENATALAKSANAAN PJB
PADA BAYI DAN ANAK BESAR
Clarkson4 mengutarakan 6 hal penting yaitu :
1. Sianosis, yang timbul setelah umur beberapa minggu/bulan
mungkin terlihat pada pasien dengan Stenosis Pulmonal
disertai VSD (misal Tetralogi Fallot) atau tanpa VSD tetapi
dengan Shunt kanan-kiri pada tingkatan atrium, juga pada
PJB dengan berbagai lesi komplex.
2. Serangan hipoksia, dapat ditemukan pada Tetralogi Fallot,
baik pada pasien asianotik sewaktu istirahat maupun pasien
sianotik. Serangan hipoksia dapat terjadi disetiap saat, tetapi
lebih sering pada dini hari segera sesudah bangun tidur atau
setelah sarapan yang dikira adalah “Kolik”‘. Selagi serangan,
anak tampak lebih Sianosis dan pucat serta napasnya lebih
dalam dari biasa. Menjadi lemah dan kurang responsip
selama beberapa detik/menit, kemudian menjadi responsip
disusul hilangnya pucat dan napas normal. Bila serangan
hebat dapat berlangsung bermenitmenit sampai hipoksia
berat yang berakibat kejang dengan sembuh spontan atau
dengan pengobatan dan diikuti oleh
14 Cermin Dunia Kedokteran No. 31
hemiparesis. Jarang terjadi kematian selagi serangan.
Penyembuhan serangan secara cepat sering terjadi, sehingga
tidak perlu pengobatan untuk serangan akut tersebut. Bila
serangan lebih lama, perlu ditolong dengan melakukan “knee
chest position” (gambar 1 a). Morfm 0,2 mg/kg i.m.
pengobatan utama, yang dapat diulangi dalam 10—15 menit
bila tanpa respons, atau pengobatan lain i.v. bikarbonat 1—2
mEq/kg diperlukan (bila serangan lama disertai asidosis
metabolik) atau propranolol 0,1—0,25 mg/kg diberikan
selama beberapa menit i.v. yang segera dihentikan bila
adanya respons. Propranolol oral untuk jangka waktu lama,
berguna untuk mencegah terjadinya serangan-serangan
berikut, namun tidaklah selalu demildan.
Terdapatnya serangan hipoksia pada pasien TF merupakan
indikasi segera untuk terapi bedah.
Terdengar bising jantung pada pasien dengan riwayat
dugaan adanya serangan hipoksia. diperlukan pemeriksaan
lebih lanjut dengan radiologik dan EKG walaupun warna
kulit tampak normal.
Digoxin jangan diberikan pada pasien Tetralogi yang biasanya
hal ini dapat mempennudah timbulnya serangan
hipoksia.
Gambar 1 a.
Bayi dengan Tetralogi Fallot dalam posisi “Knee-chest”.
Gambar 1 b.
“Failure to thrive”. Berat badan kurang sekali bertambahnya dan sukar
makan/minum secara biasa, pada bayi dengan shunt kiri-kanan yang besar.
3. “Failure to thrive”, menggambarkan sudah adanya problem
yang lama, tetapi dapat merupakan suatu tanda yang jelas
pada pasien shunt kiri-kanan defek besar dan peningkatan
aliran darah paru terlihat khas (VSD besar atau PDA). Pasien
tersebut dapat menderita infeksi saluran napas berulang-
kali akibat problem makan dan “failure to thrive”.
4. Bising jantung pada anak tanpa keluhan, diagnosa tergantung
pada sifat-sifat khas bising sehubungan dengan tanda-tanda
radiologik dan EKG. Lesi yang termasuk dalam golongan ini
adalah stenosis aorta, Stenosis pulmonal, Atrial Septal Defect
dan Shunt kecil pada tingkatan ductus atau ventrikel.
Ditemukan juga elevasi tekanan darah pada lengan atas
dengan berkurang dan terlambat secara abnormal pada
denyut-denyut femoralis menyatakan adanya Aorta Koarktasio.
Cermin Dunia Kedokteran No. 31 15
Pasien wanita umur 7 tahun dengan VSD c. Pasien 2 b pasca koreksi bedah jantung 3
defect besar + hipertensi pulmonal. bulan.
Thorax foto : CTR 0,70 (cardiomegali), Thorax foto : perbaikan besarnya jantung,
apendik atrium melebar, terdapat double corakan pembuluh darah paru, segment
coutour ada, ventrikel kiri membesar, pulmonal menjadi cekung.
pinggang jantung cembung, corakan pembuluh darah paru bertambah.
Gambar 2.
a. Pasien wanita umur 2 bulan dengan VSD
kecil.
Thorax foto : CTR 0,50 (besar jantung normal),
corakan pembuluh darah paru tidak
bertambah. Paru-paru bercak halus perihiler
dan parakardial kanan-kiri
5. Angina, jarang ditemukan pada masa kanak-kanak. Tetapi
bila terdapat, maka diperlukan pemeriksaan dan penatalaksanaan
darurat. Sebab tersering adalah Stenosis aorta berat
yang kadang -kadang disertai Sinkope.
6. “Stridor” “wheeze” dan “feeding difficulty” terutama terdapat
“choking” dan batuk sewaktu makan, hendaknya dicurigai
kemungkinan adanya cincin melingkari pembuluh darah yang
menekan trakea dan esofagus. Untuk diagnosa diperlukan
pemeriksaan radiologik esofagus dengan barium per oral
proyeksi frontal dan lateral.
Pada bayi-bayi yang aktip bergerak-gerak, lebih jelas dengan.
gambar film cine.
Pembatasan aktifitas.
Umumnya anak dengan PJB tidak memerlukan pembatasan
aktifitas yang diperintah. Dalam praktek sehari-hari dapat
dianjurkan agar aktifitas disesuaikan dengan kemampuan klinik
sehari-hari, kecuali bila terdapat gagal jantung akut dan pada
Stenosis aorta bermakna dengan aktifitas berat dapat
membahayakan pasien.
Pada gagal jantung kongestip akut, sebaiknya pasien dirawat
dirumah sakit diharuskan tirah -baring (“bedrest “) sampai gejala -
gejala akut hilang atau minimal. Bila keadaam klinik tetap stabil,
aktifitas dapat dilkukan secara bertahap.
Pada PJB Sianotik, pasien sendiri sudah dapat mengatur aktifitasnya
sesuai dengan kemampuan, misalnya dengan jongkok
setelah berjalan beberapa langkah/meter.
Pembatasan aktifitas anak secara tidak bijaksana dapat mengakibatkan
hambatan perkembangan fisik, psikologik dan sosial.
PENCEGAHAN PJB DAN ENDOKARDITIS BAKTERIALIS.
1. Resiko PJB, sebenarnya dapat dikurangi secara melindungi
wanita hamil dari faktor-faktor yang dikenal sebagai
penyebab. Penularan rubella pada anak gadis sebelum umur
produktip dapat menimbulkan imunitas aktip yang berakhir
lama.
Viraemia sesudah infeksi rubella dapat menetap selama beberapa
minggu dan dianjurkan hindari konsepsi untuk selama 2
bulan, karena dapat menulari janin. Kontak rubella pada wanita
hamil muda, berikan gamma glubolin dalam 10 hari setelah
kontak untuk melindungi janinnya.
2. Resiko endokarditis bakterialis, umumnya tinggi pad a anak
dengan PJB, walaupun PJB lesi ringan.
Sebenarnya invasi bakteri kedalam darah untuk masa singkat
sering terjadi pada anak normal. Pada pasien dengan kelainan
endokardium/katup jantung, baik Penyakit Jantung Rematik
maupun PJB, bakteri tersebut dapat berimplantasi pada permukaan
endokardium. Invasi kuman tersebut sering terjadi
setelah prosedur/manipulasi bedah, (misal ekstraksi gigi,
tonsilektomi, bedah saluran kemlh/saluran pencemaan, luka
bakar) . Jenis-jenis PJB tertentu mempunyai resiko yang lebih
tinggi untuk terjadinya endokarditis bakterialis misalnya
Johnson 6 . Tetralogi Fallot terbanyak menderita . PDA, yang
sebelum era antibiotika sering mendapat komplikasi
endokarditis, akhir-akhir ini tidak mendapatkannya lagi (tabel 7).
Tabel 7 . : PJB dengan komplikasi endokarditis bakterialis s
Tetralogi Fallot 38 %
Stenosis Aorta 16 %
V.S.D. 13 %
D. transposisi pembuluh darah besar 6 %
Pasca bedah 5 %
P.D.A. 0%
Gambar 3.
a. Pasien laki umur 6 tahun dengan PS berat. b. Pasien 3 a pasca koreksi bedah jantung 1 tahun.
Thorax foto memperlihatkan jantung bentuk
tidak bulat dan mengecil, segment pulmonal
masih cembung, corakan pembuluh darah
paru menjadi normal (semula berkurang).
Gambar 4.
Pasien wanita umur 5 bulan dengan Dextrocardia
+ Situs inversus viseralis.
Thorax foto : jantung dirongga dada kanan,
lambung letak dikanan dan hati dikiri. Corakan
pembuluh darah paru normal.
Gambar 5.
Pasien wanita umur 2% bulan dengan DTransposisi
pembuluh darah arteri + canal atrio
ventrtkuler besar tipe VSD.
Thorax foto : cardiomegalibentuk telur, basis
jantung sempit, corakan pembuluh darah paru
bertambah dan bercak-bercak pada kedua
Untuk mencegah terjadinya endokarditis bakterialis, pelbagai
cara pencegahan dianjurkan. Pada prinsipnya sama, ialah memberikan
antibiotika yang efektip terhadap kuman penyebab
utama pada pasien PJB yang akan menjalani prosedur/manipulasi
bedah, selama dan setelahnya. Banyak Aorta Koarktasio
kongenitalis dengan 2 katup, yang merupakan tempat mudah
untuk endokarditis. Valvulotomi tidaklah menyingkirkan
kelainan katup walaupun pasien membaik secara hemodinamik.
Demam yang tidak diketahui sebabnya, sebelum diberi
terapi antibiotika, periksa dulu biakan darah.
Tidak diperlukan profilaksis antibiotika yang lama pada pasien
tersebut diatas seperti halnya pada Demam Rematik.
Gambar 7.
Pasien laki umur 6 tahun dengan Anomali total (?
) aliran vena pulmonalis ke vena cava superior
bagian atas + ASD + hipertensi pulmonal.
Thorax foto : bentuk jantung seperti angka
delapan (CTR 0,64) cardiomegali, conus pulmonalis
melebar dan menonjol, basis jantung
lebar, corakan pembuluh darah paru lebarlebar
dan menghilang di perifer, arcus aorta
kemungkinan sekali ditempat biasa.
PENGOBATAN BEDAH
Bila terdapat lesi yang menimbulkan Simptom atau beban
hemodinamik yang bermakna, maka diperlukan tindakan bedah.
Pada masa dulu, bayi masih dianggap terlalu muda usianya atau
terlalu kecil untuk tindakan bedah. Tetapi, justru bayi-bayilah
yang lebih sering memerlukan tindakan bedah.
Dewasa ini dengan kemajuan ilmu kedokteran, tindakan bedah
pada bayi umur < 1 tahun telah berhasil baik pada klinik
dinegara maju. Bahkan, tidak lagi bergantung pada ukuran
Gambar 6.
Pasien laki umur 4 tahun dengan Tetralogy
Fallo.
Thorax foto : jantung bentuk sepatu (CTRO,
57), cardiomegali, arcus aorta dikanan, corakan
pembuluh darah paru berkurang, paru bercak
-bercak parakardial kanan-kiri.
Cermin Dunia Kedokteran No. 31 17
umur dan besarnya bayi, semata-mata tergantung pada urgensinya
tindakan bedah.
Operasi koarktasio aorta pada anak besar tanpa simptom adalah
untuk pencegahan terjadinya komplikasi pada arteri di kemudian
hari. Penutupan ASD dianjurkan walaupun tanpa simptom pada
anak besar untuk menghindari komplikasi yang timbul
kemudian hari. Sebaiknya pada anak- anak dengan VSD disertai
simptom yang bermakna, defek dapat menjadi kecil atau bahkan
menutup spontan, sehingga memerlukan observasi cermat
untuk jangan terlambat bertindak bila diperlukan. Untuk
observasi keadaan demikian diperlukan ahli jantung anak
.
sebagian kecil tidak dapat. Neonatus dengan PJB yang biru atau
gagal jantung kongestip, waspadalah untuk segera
mengkonsulkan ke Bagian Anak agar dapat dilakukan pemeriksaan
lebih lanjut dan pengobatan bedah.
RUJUKAN :
1. Maemunah Affandi. Mengenal kelainan/Penyakit Jantung pada anak.
K.P.P.I.K. FKUI IX, Jakarta 1976.
2. Neutze JM. The general problem of severe heart disease in newbron.
Presented at the world congress of cardiology, London : June 1980.
3. Nora JJ. Etiologic aspects of Congenital Heart Disease. Heart
Disease in Infants, Children and Adolescents. Baltimore : Moss.
A.J. The Williams and Wilkins. co 1977.
4. Patricia M. Clarkson. Diagnosis and Management of Congenital
Kesimpulan. Heart Disease. Symposium on Cardiovascular system : Patient management.
School of Medicine, University of Auckland, September
PJB dengan simptom biasanya dapat dikenal dari simptom 1975.
dan tanda-tanda klinik walaupun tanpa bising jantung. 5. Godman MJ. Pediatric Caddilogy. Int Med 1982; 1 : 884 — 891.
Juga diperlukan pemeriksaan radiologik foto toraks dan elek- 6. Johnson DH et al, ddcutip dari Anthony CL et al. Pediatric Cardiotrokardiografi
untuk penilaian hemodinamik. 7. lBougkyu 1 k9u7m9;p4u5l1a.n kuliah Ilmu Kesehatan Anak, FKUI, Jakarta
Banyak lesi PJB yang dapat ditolong dengan bedah, tetapi 1974, halaman 729.
Pemeriksaan Radiologik Jantung
dr. Susworo
Bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM,
Jakarta
Pemeriksaan radiologik jantung merupakan salah satu bagian
yang esensial pada penelitian kardiologik untuk menentukan
adanya kelainan jantung.
Dalam jenis besarnya pelaksanaan pemeriksaan radiologik ini
dibagi atas :
A. fluoroskopi
B. radiografi
1. polos
2. esophagogram
C. angiografi
Pemeriksaan angiokardiografi merupakan metoda pemeriksaan
yang memerlukan sarana tersendiri yang biasanya hanya
dimiliki oleh rumah sakit-rumah sakit besar.
A. Fluoroskopi
Pemeriksaan fluoroskopi (sinar tembus) sebenarnya saat ini
merupakan pemeriksaan tambahan apabila pada foto toraks
posteroanterior biasa didapatkan kecurigaan.
Keuntungan pemeriksaan ini adalah, bisa diteliti obyek-obyek
yang bergerak, yang tidak mungkin dicatat pada pemeriksaan
radiografi biasa. Pergerakan-pergerakan yang dinilai disini adalah:
pulsasi dari batas jantung sebelah kiri, arteri pulmonal, aorta dan
atrium kanan.
Adanya massa yang berpulsasi di daerah aorta, difikirkan akan
kemungkinan aneurisma aortae.
Pada penyakit jantung bawaan (seperti patent ductus arteriosus
Botali) didapatkan pulsasi hilus kiri-kanan yang lebih dari normal
(“dance hillar”). Demikian pula adanya pulsasi yang berlebihan
dari atrium dihubungkan dengan kelainan pada katup mitral.
B. Radiografik
Pemeriksaan jantung secara roentgenologik adalah suatu
cara penilaian terhadap anatomi jantung secara keseluruhan
maupun bagian bagiannya.
Kelainan anatomik jantung yang utama ditandai oleh pem-
18 Cermin Dunia Kedokteran No. 31
besaran jantung.
Pembesaran ini secara fungsional bisa disebabkan oleh dilatasi
ruangan-ruangan jantung atau hipertrofi otot-otot.
Untuk menentukan adanya pembesaran jantung maka pertama-
tama yang harus diperhatikan adalah menghindarkan
adanya faktor pembesaran yang disebabkan cars pengambilan
foto. Bayangan yang terbentuk akan jauh lebih besar dari
pada aslinya apabila obyek makin dekat pada sumber sinar dan
akan mendekati ke ukuran sebenarnya bila makin jauh sumber
sinar dan arah sinar tegak lurus pada obyek. Jadi untuk
mendapatkan gambaran jantung yang mendekati bentuk
sebenarnya, penderita menempelkan dadanya pada film, arah
sinar dari posterior ke anterior pada posisi berdiri; foto di ambil
pada saat inspirasi dalam dimana posisi diafragma terletak
serendah mungkin sehingga tidak mempengaruhi lebar jantung.
Harus dijaga kesimetrisan tubuh terhadap coil, vertebralis. Pada
jarak pemotretan ± 180 cm akan didapatkan pembesaran
gambar sebesar 5—10% dan ini dianggap tidak mempengaruhi
penilaian bentuk serta ukuran jantung.
Penilaian selanjutnya adalah membandingkan diameter
jantung dengan diameter toraks (gambar). Perbandingan ini
paling besar pada bayi yang baru lahir (70%) dan menurun terus
sampai pada usia dewasa 40—50%. Bila didapatkan hasil yang
lebih dari 50% difikirkan akan berbagai proses patologik.
Menurut Kerley laki-laki dewasa muda mempunyai diameter
transversal yang berkisar antara 9,2—14,5 cm. dengan ratarata
12,2 cm. Tetapi keadaan-keadaan lain bukan karena penyakit
jantung dapat pula mempengaruhi besar serta bentuk
bayangan jantung seperti:
— kurang rendahnya posisi diafragma ba
Balas
6.
Tontowi SKK, di/pada Februari 11, 2009 pada 8:51 am Dikatakan: r

Tulisane ini cocok untuk saya, yg dulu (ketika masih suka checkup) trigiliserid sering di atas 300, padahal total kholesterol < 200 normal.
Kondisi sekarang semoga baik-baik saja karena sudah 2 thn tdk checkup. Indikasi trigiliserid tinggi (pada saya) terasa kaku di tengkuk sampai pundak, yang sudah lama tidak terasa lagi.
Pengalaman saya kalau nurunkan berat badan paling cepat dengan makan kentang.
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Februari 12, 2009 pada 12:09 am Dikatakan: r

ma kasih masukannya pak tontowi…btw emailnya ganti to….pantes yang tonwi tak kirimi selalu mendal…have a nice day
Balas
7.
hataa, di/pada Februari 12, 2009 pada 4:26 am Dikatakan: r

kalau ditulis bukan ahlinya apa ya manjur. Klo obat nurunkan ngeyel mungkin sik percoyo
Balas
8.
ismail, di/pada Februari 12, 2009 pada 4:28 am Dikatakan: r

waah txt banget infonya, tips terakhir itu kayaknya yang paling mujarab, hehehe…..
Balas
9.
lukman, di/pada Februari 12, 2009 pada 4:33 am Dikatakan: r

ma kasih artikelnya……wach…sekarang alih profesi ya?
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Februari 12, 2009 pada 7:13 am Dikatakan: r

yach….idep2 persiapan pensiun
Balas
10.
lukman, di/pada Februari 12, 2009 pada 4:34 am Dikatakan: r

ech…jabatan barunya sebaiknya DOSTERK…alias dosen, dokter dan dukun…hehe….
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Februari 12, 2009 pada 7:12 am Dikatakan: r

hehehe….bener juga…ada profesi baru ya…..
Balas
11.
ewink, di/pada Februari 22, 2009 pada 1:59 am Dikatakan: r

very good article dok…
thanks a lot..
Balas
12.
Suciningtyas, di/pada Mei 1, 2009 pada 4:38 am Dikatakan: r

trims banget infonya. Akan saya sebarkan ke teman dan lingkungan saya. Bukankah beramal dengan ilmu akan kita bawa sampai mati ? Semoga bermanfaat bagi banyak orang.
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Mei 2, 2009 pada 6:46 am Dikatakan: r

sama2 mbak suci.
semoga bermanfaat ya
Balas
13.
Suhaimi,S.Pd, di/pada Juli 5, 2009 pada 10:49 pm Dikatakan: r

Terima kasih infonya, saya sudah buktikan untuk menurunkan trigiliserid hanya dengan makan Buah Belimbing masak 2 biji sehari dan hanya 4 hari saja sampai sekarang leher dan otot belakang saya tidak sakit lagi dan kadar trigliserid saya udah normal.
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Juli 5, 2009 pada 11:57 pm Dikatakan: r

selamat atas kesuksesannya untuk menurunkan kadar TGL. semoga selalu bisa menjaga tetap dalam batas normal.
Balas
14.
Suhaimi, S.Pd, di/pada Oktober 2, 2009 pada 1:36 am Dikatakan: r

Beberapa generasi silsilah keturunan keluarga kami :
Jika makan berlebih apalagi yang kandungan gula, lemak dan sejenisnya. Otot-otot mulai kaku, jemari sulit digerakkan, kemudian anggota tubuh tidak berdaya/bergerak, yang parahnya jika mengenai leher, maka bisa menimbulkan kecemasan. Penyakit ini berlangsung maksimal 2 hari saja sembuh jika makanan dikurangai/tidak makan. Jika makan banyak dikonsumsi maka akan bertambah sakitnya/lebih lama 7 harian.
Saya pernah cek darah ketika saat sakit ternyata Trigliserid naik 30% dari normal. Mohon petunjuk cara mengatasi penyakit kami, terima kasih atas layanannya.
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Oktober 2, 2009 pada 1:50 am Dikatakan: r

trigliseride itu bukan penyakit, tapi kalau ketinggian lama2 bisa mengganggu fungsi organ dan berubah menjadi penyakit.
karena bukan penyakit maka tidak perlu diobati, kalau menurut cerita panjenengan berarti yang harus dilakukan adalah mengatur intake makanan.
bagaimana dengan program makan blimbingnya dulu? masih jalan khan?
Balas
15.
kopral cepot, di/pada Desember 17, 2009 pada 3:22 am Dikatakan: r

ngurangi berat badan gimanah? ;)
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Desember 17, 2009 pada 3:43 am Dikatakan: r

olahraga dan diet
emang seberapa gemuk sich
Balas
16.
uu, di/pada Desember 18, 2009 pada 12:39 am Dikatakan: r

artikel yang bagus namun tidak ada salahnya kunjungi juga situs muslimah

http://www.muslimah.or.id/
http://www.jilbab.or.id/
http://ummusalma.wordpress.com
http://akhwat.web.id
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Desember 21, 2009 pada 1:06 am Dikatakan: r

bagus2 tuch artikelnya
alangkah indahnya klo bisa di link dg blog multiply saya ya
Balas
17.
Martono, di/pada Agustus 2, 2010 pada 2:41 pm Dikatakan: r

Terima kasih mbak atas uraian diatas, kebetulan darah saya mempunyai kadar tri gliseride yang sangat tinggi yaitu lebih dari 300 dan kolesterol juga tinggi yaitu diatas 200. Saya di usia 52 tahun udah berusaha olah raga tenis secara rutin sekitar 45 menit 2 x seminggu dan donor darah rutin 3 bulan sekali, tetapi kadar kolesterol dan trigliseride masih tetap tinggi. memang kebiasaan yang sulit ditinggalkan adalah merokok dan makan gorengan.
Balas
*
purwatiwidiastuti, di/pada Agustus 3, 2010 pada 2:01 am Dikatakan: r

pak martono, bapak hebat, telah dengan kesadaran tinggi menjalani pola hidup yang menuju sehat, kalau bisa berhenti merokok dan makan gorengan, hasil yang bapak mudah2an idamkan akan tercapai.
perlu diingat bahwa skor kolesterol dan trigliseride tinggi bukan proses sebentar sehingga menurunkannya juga tidak perlu instant.
tetap semangat dan bergaya hidup sehat ya pak
Balas

Tinggalkan Balasan
Klik di sini untuk membatalkan balasan.

Nama (wajib)

E-mail (wajib)

Situs web

Beritahu saya mengenai komentar-komentar selanjutnya melalui surel.

Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel.

*
Kalender
o
Februari 2009 S S R K J S M
« Jan Mar »
1
2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14 15
16 17 18 19 20 21 22
23 24 25 26 27 28
*
Blogroll
o Khilafah Center
o WordPress.com
o WordPress.org

Blog pada WordPress.com. Theme: Digg 3 Column by WP Designer."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar